SBY, Kontrak Politik, dan Mangga Ical

Sebelum melantik Kabinet, SBY melakukan inovasi baru: mewajibkan para calon Menteri menandatangani kontrak politik. Isi tertulis dari kontrak politik ini hanya Presiden dan Menteri yang bersangkutan yang tahu, namun kira-kira berkisar sekitar komitmen Menteri untuk menjaga profesionalisme, loyalitas pada Presiden dan integritas. Saya waktu itu ikut membantu menerima calon Menteri di rumah SBY di Cikeas dan saya ingat beliau sangat merahasiakan isi dari surat ’kontrak politik’ itu, yang satu per satu disimpannya rapi-rapi dalam map khusus yang tidak boleh dipegang siapapun. Ketika saya tanya, SBY menjawab, ”Suatu hari kalau ada Menteri yang menyimpang atau melanggar hukum, saya akan minta pertanggungjawabannya dengan sama-sama memegang kontrak politik ini.” Pada kenyataannya, kontrak politik itu menjadi senjata ampuh SBY dalam mengontrol perilaku dan menjaga standar etika para Menteri. Seluruh Kabinet tahu bahwa untuk masalah integritas, SBY tidak mau kompromi.

Saya menjadi teringat cerita lucu di Kabinet sewaktu maraknya berita mengenai himbauan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar pejabat berhenti menerima parsel terkait jabatan dan tugasnya. Suatu hari di tahun 2007, saya tidak ingat tanggalnya, di awal rapat Kabinet, Menko Kesra Aburizal (Ical) Bakrie mengacungkan tangan melakukan interupsi meminta perhatian Presiden karena ada masalah mendesak.

Aburizal: ”Bapak Presiden, mohon izin, saya ingin protes!!”

Presiden SBY: ”Ada apa Pak Ical?” SBY agak heran karena Menko Aburizal biasanya kalem karena jarang sekali melakukan ’interupsi,’ apalagi sebelum sidang dimulai.

Aburizal: ”Saya protes karena (Menteri Sekretaris Negara) Pak Hatta itu keterlaluan, Pak. Beberapa hari yang lalu, saya kirim mangga ke rumahnya, tapi ditolak dan dikembalikan ke saya. Saya tahu Pak Hatta itu orang jujur, tapi masak mangga saja dikembalikan!!” Kontan saja, Presiden SBY dan seluruh Kabinet tertawa terbahak-bahak. Pak Hatta yang duduk di seberang Pak ical hanya menyengir masam, sambil tersipu-sipu.

Tidak dinyana, beberapa saat kemudian, Wapres melakukan ’interupsi’: ”Wah, saya juga mau protes, Pak!!”

SBY: ”Silahkan,” sembari dalam hati bertanya, ada apa lagi ini?

Wapres: ”Saya ingin lapor, saya juga dapat kiriman mangga dari Pak Ical. Sudah saya makan dan memang enak sekali. Tapi jangan-jangan itu mangga yang ditolak Pak Hatta tadi yang dioper ke rumah saya!” Kali ini, Presiden SBY dan seluruh Kabinet, termasuk Pak Hatta, yang tertawa terpingkal-pingkal, kecuali Pak Ical yang senyum-senyum masam.

Dino Patti Djalal. Harus Bisa! Seni Memimpin a la SBY. Jilid I. [Jakarta]: Red & White Publishing, 2009. Hal. 82-83.

Links:
Sekali Merdeka Tetap Membaca

What do you think?